ORDE LAMA
Ø LATAR
BELAKANG
Orde Lama
adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Ir.
Soekarno adalah presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 –
1966.Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari
penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator
Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal
17 Agustus 1945. Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966
Supersemar yang kontroversial, yang isinya – berdasarkan versi yang dikeluarkan
Markas Besar Angkatan darat – menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar
menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis
Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.
Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan
dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama
dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.
Orde Lama
berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia
menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando.Di
saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem
pemerintahan parlementer.Presiden Soekarno di gulingkan waktu Indonesia
menggunakan sistem ekonomi komando.
Pemerintahan
Soekarno pada era 1960-an, masa ekonomi surut di Indonesia.Saat itu harga-harga
melambung tinggi, sehingga pada tahun 1966 mahasiswa turun ke jalan untuk
mencegah rakyat yang turun.Mereka menuntut Tritura. Jika saat itu rakyat yang
turun, mungkin akan terjadi people power seperti yang terjadi di Philipina.
Pemerintahanj Rezim Militer (Orba) cukup baik pada era 1970-an dan 1980-an,
namun akhirnya kandas di penghujung 1990-an karena ketimpangan dari pemerintah
itu sendiri. Di pemerintahan Soekarno malah terjadi pergantian sistem
pemerintahan berkali-kali.Liberal, terpimpin, dsb mewarnai politik Orde Lama.
Rakyat muak akan keadaan tersebut. Pemberontakan PKI pun sebagian dikarenakan
oleh kebijakan Orde Lama. PKI berhaluan sosialisme/komunisme (Bisa disebut
Marxisme atau Leninisme) yang berdasarkan asas sama rata, jadi faktor
pemberontakan tersebut adalah ketidakadilan dari pemerintah Orde Lama.
Ø BERAKHIRNYA
ORDE LAMA
Setelah turunnya presiden soekarno dari tumpuk kepresidenan maka berakhirlah
orde lama. Kepemimpinan disahkan kepada jendral Soeharto mulai memegang
kendali. Pemerintahan dan menanamkan era kepemimpinanya sebagai orde
barukonsefrasi penyelenggaraan sistem pemerintahan dan kehidupan
demokrasimenitipberatkan pada aspek kestabilan politik dalam rangka menunjang
pembangunannasional.untuk mencapai titik-titik tersebut dilakukanlah upaya
pembenahan system keanekaragaman dan format politik yang pada prinsipnya
mempunyai sejumlah sisi yang menonjol yaitu:
1. Adanya konsep difungsi ABRI
2.Pengutamaan golongan karya
3.Manifikasi kekuasaan di tangan eksekutif
4. Diteruskannya sistem pengangkatan dalam lembaga lembaga pendidikan pejabat
5.kejaksaan depolitisan khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep masca
mengembang (flating mass)
6. Karal kehidupan pers
Konsep difungsi ABRI pada masa
itu secara inplisit sebelumnya sudah ditempatkan oleh kepala staf angkatan
darat. Mayjen A.H.NASUTION tahun 1958 yaitu dengan konsep jalan tengah
prinsipnya menegaskan bahwa peran tentara tidak terbatas pada tugas profesional
militer belaka melainkan juga mempunyai tugas-tugas di bidang sosial politik
dengan konsep seperti inilah dimungkinkan dan bahkan menjadi semacam KEWAJIBAN
JIKALAU MILITER BERPARTISIPASI DI BIDANG POLITIK PENERAPAN ,konjungsi ini
menurut pennafsiran militer dan penguasa orde barumemperoleh landasan yuridi
konstitusional di dalam pasal 2 ayat 1 UUD 1945yang menegaskan majelis
permusyawaratan rakyat.
ORDE BARU
Ø LATAR
BELAKANG
Orde Baru adalah sebutan bagi
masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde
Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan
semangat “koreksi total” atas penyimpangan yang dilakukan Orde Lama
Soekarno.Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga1998.Dalam jangka waktu
tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek
korupsi yang merajalela di negara ini.Selain itu, kesenjangan antara rakyat
yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
·
Masa Jabatan Suharto
Pada 1968,MPR secara resmi
melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian
dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993,
dan 1998. Presiden Soeharto melakukan pergerakan untuk kensenjangan antara
rakyat kaya danmiskin dalam berbagai bidang dan peningkatan antara lain :
a. Politik
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang
ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang
dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia
pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia “bermaksud untuk
melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam
kegiatan-kegiatan PBB”, dan menjadi anggotaPBB kembali pada tanggal 28
September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya. Pada
tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru.
Pengucilan politik – di Eropa Timur sering disebut lustrasi- dilakukan terhadap
orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia.Sanksi criminal
dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak
yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak.Pengadilan digelar dan
sebagian dari mereka yang terlibat “dibuang” ke Pulau Buru.
b. Sanksi
nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan
administratif.Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan
lama ikut dalam gerbong Orde Baru.KTP ditandai ET (ekstapol).Orde Baru memilih
perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh
kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun
dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat.DPR dan MPR tidak berfungsi
secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer,khususnya
mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering
kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD
tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan
jurang pembangunan antara pusat dan daerah.Soeharto siap dengan konsep
pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi
pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik
dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu
sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar
,TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu
menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
c. Eksploitasi
sumber daya
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian
sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
besar namun tidak merata di Indonesia.Contohnya, jumlah orang yangkelaparan
dikurangi dengan besar pada tahun1970-andan1980-an.
Ø SEJARAH ORDE BARU
(1966-1998)
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk
masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara
berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993,
dan 1998.
Politik Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam
dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan
dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan
Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19
September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk
melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam
kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada
tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima
pertama kalinya.
Warga Tionghoa Warga keturunan Tionghoa juga dilarang
berekspresi.Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara
asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang
secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka.
Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan
pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini
diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas
pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak
pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa
Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung
Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia
berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan
pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit
adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa
Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini
adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di
sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang.Akibatnya agama
Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang
populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat
Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah
Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai
pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh
komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan.
Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru Di masa Orde Baru pemerintah
sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa
seperti radio dan televisi mendengungkan slogan
"persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh
pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat
penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar
Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian
Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah
terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap
penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan
bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen
anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
Ø LATAR BELAKANG JATUH/ BERAKHIRNYA
ORDE BARU :
·
Krisis politik
Pemerintah orde baru, meskipun mampu mengangkat Indonesia dari keterpurukan
ekonomi dan memberikan kemajuan, gagal dalam membina kehidupan politik yang
demokratis, terbuka, adil, dan jujur. Pemerintah bersikap otoriter, tertutup,
dan personal. Masyarakat yang memberikan kritik sangat mudah dituduh sebagai
anti-pemerintah, menghina kepala negara, anti-Pancasila, dan subversive.
Akibatnya, kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis tidak pernah
terwujud dan Golkar yang menjadi partai terbesar pada masa itu diperalat oleh
pemerintah orde baru untuk mengamankan kehendak penguasa.
Praktik KKN merebak di tubuh pemerintahan dan tidak mampu dicegah karena banyak
pejabat orba yang berada di dalamnya. Dan anggota MPR/DPR tidak dapat
menjalankan fungsinya dengan baik dan benar karena keanggotaannya ditentukan
dan mendapat restu dari penguasa, sehingga banyak anggota yang bersikap ABS
daripada kritis.
Sikap yang otoriter, tertutup, tidak
demokratis, serta merebaknya KKN menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat.Gejala
ini terlihat pada pemilu 1992 ketika suara Golkar berkurang cukup banyak.Sejak
1996, ketidakpuasan masyarakat terhadap orba mulai terbuka. Muncul tokoh vokal
Amien Rais serta munculnya gerakan mahasiswa semakin memperbesar keberanian
masyarakat untuk melakukan kritik terhadap pemerintahan orde baru.Masalah
dwifungsi ABRI, KKN, praktik monopoli serta 5 paket UU politik adalah masalah
yang menjadi sorotan tajam para mahasiswa pada saat itu. Apalagi setelah
Soeharto terpilih lagi sebagai Presiden RI 1998-2003, suara menentangnya makin
meluas dimana-mana.
Puncak perjuangan para mahasiswa terjadi ketika berhasil menduduki gedung
MPR/DPR pada bulan Mei 1998.Karena tekanan yang luar biasa dari para mahasiswa,
tanggal 21 Mei 1998 Presiden menyatakan berhenti dan diganti oleh wakilnya BJ
Habibie.
·
Krisis ekonomi
Krisis moneter yang menimpa dunia dan Asia Tenggara telah merembet ke
Indonesia, sejak Juli 1997, Indonesia mulai terkena krisis tersebut. Nilai
rupiah terhadap dollar Amerika terus menurun. Akibat krisis tersebut, banyak
perusahaan ditutup, sehingga banyak pengangguran dimana-mana, jumlah kemiskinan
bertambah. Selain itu, daya beli menjadi rendah dan sulit mencari bahan-bahan kebutuhan
pokok.
Sejalan dengan itu, pemerintah melikuidasi bank-bank yang bermasalah serta
mengeluarkan KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) untuk menyehatkan
bank-bank yang ada di bawah pembinaan BPPN. Dalam praktiknya, terjadi
manipulasi besar-besaran dalam KLBI sehingga pemerintah harus menanggung beban
keuangan yang semakin besar. Selain itu, kepercayaan dunia internasional
semakin berkurang sejalan dengan banyaknya perusahaan swasta yang tak mampu
membayar utang luar negeri yang telah jatuh tempo. Untuk mengatasinya,
pemerintah membentuk tim ekonomi untuk membicarakan utang-utang swasta yang
telah jatuh tempo. Sementara itu, beban kehidupan masyarakat makin berat ketika
pemerintah tanggal 12 Mei 1998 mengumumkan kenaikan BBM dan ongkos angkutan. Dengan
itu, barang kebutuhan ikut naik dan masyarakat semakin sulit memenuhi kebutuhan
hidup.
·
Krisis sosial
Krisis politik dan ekonomi mendorong munculnya krisis dalam bidang sosial.
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta krisis ekonomi yang ada
mendorong munculnya perilaku yang negatif dalam masyarakat. Misalnya:
perkelahian antara pelajar, budaya menghujat, narkoba, kerusuhan sosial di
Kalimantan Barat, pembantaian dengan isu dukun santet di Banyuwangi dan
Boyolali serta kerusuhan 13-14 Mei 1998 yang terjadi di Jakarta dan Solo.
Akibat kerusuhan di Jakarta dan Solo tanggal 13, 14, dan 15 Mei 1998,
perekonomian kedua kota tersebut lumpuh untuk beberapa waktu karena banyak
swalayan, pertokoan, pabrik dibakar, dirusak dan dijarah massa. Hal tersebut
menyebabkan angka pengangguran membengkak.
Beban masyarakat semakin berat serta tidak ada kepastian tentang kapan
berakhirnya krisis tersebut sehingga menyebabkan masyarakat frustasi. Kondisi
tersebut membahayakan karena mudah diadu domba, mudah marah, dan mudah dihasut
untuk melakukan tindakan anarkis.
PROSES
PENGALIHAN KEPALA PEMERINTAHAN DARI SOEHARTO KE B.J HABIBIE
Berawal dari dampak krisis ekonomi di tahun 1997 yang melanda Kawasan Asia
dan berdampak sangat luas bagi perekonomian di Indonesia. Nilai tukar rupiah
yang merosot tajam pada bulan Juli 1997, membuat rupiah semakin terpuruk.
Sebagai dampaknya hampir semua perusahaan modern di Indonesia bangkrut, yang
diikuti PHK pekerja-pekerjanya, sehingga angka pengangguran menjadi meningkat.
Krisis ini juga
berimbas langsung pada sektor moneter, terutama melalui penutupan beberapa bank
yang mengalami kredit bermasalah dan krisis likuiditas, sehingga perbankan
nasional menjadi berantakan. Hal inilah yang memunculkan krisis
kepercayaan dari investor, serta pelarian modal ke luar negeri.
Kenaikan angka
kemiskinan yang melonjak pesat, merupakan dampak krisis ekonomi di Indonesia,
daya beli masyarakat desa maupun kota semakin menurun, sehingga memicu rawan
pangan dan kekurangan gizi. Di sektor kesehatan, melemahnya nilai tukar rupiah
menyebabkan kenaikan biaya medis, baik harga obat-obatan, vaksin, fasilitas
kesehatan yang berakibat keadaan masyarakat semakin terjepit.
Didorong oleh
kondisi yang makin parah, pada bulan Oktober 1997 pemerintah meminta bantuan IMF
(International Monetary Fund) untuk memperkuat sektor finansial, pengetatan
kebijakan viskal dan penyesuaian struktural perbankan. Akan tetapi, pengaruh
bantuan IMF sangatlah kecil dalam membantu krisis di Indonesia. Beberapa
kebijakan seperti kebijakan fiskal dan kebijakan likuidasi. Dimana kebijakan
fiskal bertujuan untuk mempertahankan nilai tukar sedangkan kebijakan likuidasi
bertujuan untuk membantu bank-bank yang bemasalah. Kebijakan ini menerapkan
standar kecukupan modal dengan mengusahakan rekapitulasi perbankan. Namun pada
kenyataannya kebijakan-kebijakan ini dilakukan tanpa hasil yang berarti, malah
IMF-lah yang disalahkan karena justru membuat pekonomian Indonesia lebih parah
selama krisis.
Kebijakan-kebijakan
yang dibuat untuk mengatasi krisis yang dilakukan oleh pemerintah ternyata
tidak mampu memulihkan perekonomian, dimana harga-harga bahan kebutuhan pokok
tetap mengalami peningkatan. Karena itulah masyarakat menilai pemerintah tidak
berhasil dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan yang dibuat. Hal inilah yang
membuat melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Rasa
ketidakpercayaan ini berakibat pada aksi demo mahasiswa di awal Maret 1998 yang
menuntut pemerintah menurunkan harga-harga barang dan menindaklanjuti
pelaku-pelaku yang menimbun sembako.
Banyaknya
permasalahan besar yang dihadapi bangsa sebagai akibat krisis ekonomi yang
berlarut-larut, mahasiswa melihat bahwa upaya penaggulangan tidak dilakukan
dengan serius. Hal ini tampak dari penolakan mahasiswa terhadap pidato pertanggung
jawaban Presiden Soeharto di depan Sidang DPR/MPR 1998, dimana presiden sama
sekali tidak memperlihatkan rasa tanggung jawab atas musibah yang menimpa tanah
air. Kemudian mahasiswa melontarkan isu atau tuntutan mengenai pembubaran
Kabinet Pembangunan VII yang dinilai pengangkatan menterinya tidak profesional
dan penuh dengan muatan politik yang berbau Nepotisme dan Koncoisme, seperti
penunjukan Putri Pak Harto, Ny. Siti Hardianto Rukmana (Tutut) sebagai Menteri
Sosial, kehadiran Bob Hasan dalam kabinet menunjukkan ketidakprofesionalan
kabinet, dan penunjukan Wiranto Arismunanjar sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan sangat mengecewakan mahasiswa serta beberapa nama menteri yang
dinilai dekat dengan Tutut.
Puncak dari
tuntutan mahasiswa agar Presiden Soeharto turun dari jabatan terjadi pada
tanggal 12 Mei 1998 di Kampus Trisakti yang dikenal dengan Insiden
Trisakti. Berawal dari aksi keprihatinan atas musibah bangsa dan
mahasiswa berusaha secara damai keluar kampus menuju Gedung DPR/MPR untuk
menyampaikan aspirasinya tetapi niat itu ditolak aparat keamanan dan memaksa
mereka kembali ke kampus. Tiba-tiba situasi berubah menjadi kekacauan dan
aparat melepaskan tembakan. Akibatnya empat mahasiswa Trisakti tewas tertembak
peluru tajam aparat keamanan. Keesokan harinya, 13 Mei 1998 mahasiswa
di kampus-kampus menggelar aksi keprihatinan. Pada hari yang sama, siang
harinya terjadi kerusuhan massal berupa aksi pengerusakan dan pembakaran
fasilitas umum dengan disertai aksi penjarahan, perampokan dan pelecehan seksual
terhadap wanita etnis tertentu di Jakarta dan sekitarnya. Aksi kerusuhan
berlangsung sampai tanggal 15 Mei 1998, yang memakan korban meninggal samapi
1218 orang, itupun belum secara keseluruhan.
Pada tanggal 18
Mei 1998 sampai 22 Mei 1998 ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR dengan
tuntutan mengadakan Sidang Istimewa dengan agenda mengganti Soeharto. Upaya
Presiden Soeharto untuk meredam tuntutan mahasiswa dan masyarakat adalah dengan
membentuk Komite Reformasi. Dimana Komite ini bertugas melaksanakan dan
menyerap aspirasi masyarakat untuk melaksanakan Reformasi. Akan tetapi terjadi
penolakan 14 Menteri yang tidak bersedia untuk duduk dalam susunan jabatan
Komite Reformasi hasil Reshuffle Kabinet Pembangunan VII, dengan penolakan itu,
membuat posisi presiden terpojok secara politik disamping sebelumnya ada
desakan Ketua DPR Harmoko agar Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden.
Situasi ini membuat Soeharto memutuskan untuk berhenti karena desakan
masyarakat yang menuntut beliau mundur sangatlah besar dan secara politik
dukungan sudah tidak ada.
Pada pagi
harinya, tanggal 21 Mei 1998 di Istana Merdeka Jakarta, Presiden Soeharto
menyatakan dirinya berhenti dari jabatan Presiden RI, lewat pidatonya dihadapan
wartawan dalam dan luar negeri.
Usai Presiden
Soeharto mengucapkan pidatonya, Wapres B.J. Habibie langsung diangkat sumpahnya
menjadi Presiden RI ketiga dihadapan Pimpinan Mahkamah Agung, yang disaksikan
oleh Ketua DPR dan Wakil-Wakil Ketua DPR. Teriakan-teriakan kemenangan atas
peristiwa bersejarah itu disambut dengan haru-biru para mahasiswa di Gedung
DPR/MPR. Suasana kemenangan itu sempat mendinginkan suasana yang sebelumnya
panas dengan hujatan dan makian lengsernya Soeharto, akan tetapi tuntutan agar
Soeharto mengembalikan uang rakyat mulai berkumandang.
Naiknya B.J.
Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI ketiga mengundang perdebatan
hukum dan kontroversial, karena Mantan Presiden Soeharto menyerahkan secara
sepihak kekuasaan kepada Habibie. Dikalangan mahasiswa sikap atas pelantikan
Habibie sebagai presiden terbagi atas tiga kelompok, yaitu: pertama,
menolak Habibie karena merupakan produk Orde Baru; kedua, bersikap
netral karena pada saat itu tidak ada pemimpin negara yang diterima semua
kalangan sementara jabatan presiden tidak boleh kosong; ketiga,
mahasiswa berpendapat bahwa pengalihan kekuasaan ke Habibie adalah sah dan
konstitusional.
Pada tanggal 22
Mei 1998, Presiden B.J. Habibie mengumumkan susunan kabinet baru, yaitu Kabinet
Reformasi Pembangunan, dimana seiring dengan diumumkannya susunan kabinet yang
baru, berarti presiden harus membubarkan Kabinet Pembangunan VII. Akhirnya
gerakan Reformasi yang dipelopori mahasiswa mampu menumbangkan kekuasaan Orde
Baru dan Era Reformasi mulai berjalan di Indonesia, di bawah Pemerintahan B.J.
Habibie. Lima isu-isu besar yang dihapai Habibie :
1.
Masa depan refpormasi
2.
Masa depan ABRI
3.
Masa depan daerah-daerah yang ingin melepaskan diri dari Indonesia.
4.
Masa depan Soeharto keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya
5.
Masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
17 bulan
kemudian isu pertama menunjukkan perkembangan positif. Isu ke dua mengarah
pada pengurangan peranan militer di
bidang politik. Isu ketiga terselesaikan dalam konteks Timor-Timur namun tidak
pada daerah lain, isu ke empat belum terselesaikan dan isu kelima tetap tidak
terpecahkan.
Habibie memulai
jabatannya dengan kepercayaan rendah dari aktivis mahasiswa, militer, sayap
politik utama, investor luar negeri dan perusahaan internasional.
Kondisi saat Habibie memimpin perekonomian
sedang dalam keadaan terpuruk, inflansi ditargetkan 80% untuk satu tahun
berjalan. Indonesia sedang memasuki kekurangan panen akibat badai El NiH’o.
Perusahaan besar seperti Simpati Air, PT Astra Internasional tidak beroperasi
lagi. Nilai tukar rupiah berada di bawah Rp.10000/$ bahkan mencapai lepel Rp
15000-17000/$, 113 juta orang Indonesia ( 56% dari penduduk Indonesia berada di
bawah garis kemiskinan).
REFORMASI
Ø INDONESIA
PADA MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN BJ. HABIBIE
Pemerintahan
presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-
manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya
diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan
presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk
menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi
yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi,
dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang
menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya
digantikan oleh presiden Megawati.
- Kebijakan- kebijakan pada masa pemerintahan
B.J. Habibie:
a. Membentuk Kabinet Reformasi
Pembangunan Dibentuk tanggal 22 Mei 1998,
dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari Golkar, PPP, dan
PDI.
b. Mengadakan reformasi dalam bidang politik Habibie berusaha menciptakan
politik yang transparan, mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur, adil,
membebaskan tahanan politik, dan mencabut larangan berdirinya Serikat Buruh
Independen.
c. Kebebasan menyampaikan pendapat.
Kebebasan menyampaikan pendapat
diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998
tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
d. Refomasi dalam bidang hukum
Target reformasinya yaitu subtansi
hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan instansi peradilan
yang independen.Pada masa orde baru, hukum hanya berlaku pada rakyat kecil saja
dan penguasa kebal hukum sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan
keadilan bila berhubungan dengan penguasa.
e. Mengatasi masalah dwifungsi ABRI
Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa
ABRI akan mengadakan reposisi secara bertahap sesuai dengan tuntutan
masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area politik dan akan memusatkan
perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki jabatan
birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali kesatuan ABRI atau pensiun dari
militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut, keanggotaan ABRI dalam
DPR/MP
f.
Mengadakan sidang istimewa
Sidang tanggal 10-13 November 1998
yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12 ketetapan.
g. Mengadakan pemilu tahun 1999
Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan
asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil).
·
Masalah yang ada :
Ditolaknya pertanggung jawaban Presiden Habibie yang disampaikan
pada sidang umum MPR tahun1999 sehingga beliau merasa bahwa kesempatan untuk
mencalonkan diri sebagai presiden lagi sangat kecil dan kemudian dirinya tidak
mencalonkan diri pada pemilu yang dilaksanakan
Ø INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN ABDURRAHMAN WAHID
- Kebijakan-kebijakan pada masa Gus Dur
a. Meneruskan kehidupan yang demokratis
seperti pemerintahan sebelumnya (memberikan kebebasan berpendapat di kalangan
masyarakat minoritas, kebebasan beragama, memperbolehkan kembali
penyelenggaraan budaya tiong hua).
b. Merestrukturisasi lembaga
pemerintahan seperti menghapus departemen yang dianggapnya tidak efesien
(menghilangkan departemen penerangan dan sosial untuk mengurangi pengeluaran
anggaran, membentuk Dewan Keamanan Ekonomi Nasional).
c. Ingin memanfaatkan jabatannya
sebagai Panglima Tertinggi dalam militer dengan mencopot Kapolri yang tidak sejalan
dengan keinginan Gus Dur
- Gus Dur tidak mampu menjalin
hubungan yang harmonis dengan TNI-Polri.
- Masalah dana non-budgeter
Bulog dan Bruneigate yang dipermasalahkan oleh anggota DPR.
- Dekrit Gus Dur tanggal 22 Juli
2001 yang berisikan pembaharuan DPR dan MPR serta pembubaran Golkar. Hal
tersebut tidak mendapat dukungan dari TNI, Polri dan partai politik serta
masyarakat sehingga dekrit tersebut malah mempercepat kejatuhannya. Dan
sidang istimewa 23 Juli 2001 menuntutnya diturunkan dari jabatan.
Ø INDONESIA
PADA MASA PEMERINTAHAN MEGAWATI SOEKARNO PUTRI
Masa
kepemimpinan Megawati Soekarno putri masalah-masalah yang mendesak untuk
dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
·
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi
persoalan-persoalan ekonomi antara lain:
a. Meminta penundaan pembayaran utang
sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan
pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b. Kebijakan privatisasi BUMN.
Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan
tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik
dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi,
karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
c. Di masa ini juga direalisasikan
berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan
konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak
investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu
jalannya pembangunan nasional.
- Kebijakan-kebijakan lain pada masa Megawati:
a. Memilih dan Menetapkan
Ditempuh dengan meningkatkan
kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan.Upaya ini
terganggu karena peristiwa Bom Bali yang mengakibatkan kepercayaan dunia
internasional berkurang.
b. Membangun tatanan politik yang baru
Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan
dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
c. Menjaga keutuhan NKRI
Setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas
seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso.Hal tersebut diberikan perhatian khusus
karena peristiwa lepasnya Timor Timur dari RI.
d. Melanjutkan amandemen UUD 1945
Dilakukan agar lebih sesuai dengan
dinamika dan perkembangan zaman.
e. Meluruskan otonomi daerah
Keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran
yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah.Karena itu, pelurusan dilakukan
dengan pembinaan terhadap daerah-daerah.
·
Masalah yang ada:
Tidak
ada masalah yang berarti dalam masa pemerintahan Megawati kecuali peristiwa Bom
Bali dan perebutan pulan Ligitan dan Sipadan.
Ø INDONESIA
PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (2004- 2009)
Diwujudkan
dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan
pemilihan presiden dan wapres.
·
Kebijakan-
kebijakan pada masa Susilo Bambang Yudhoyono :
a. Menjaga keutuhan NKRI
Setiap
usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh, Ambon,
Papua, Poso.Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa lepasnya
Timor Timur dari RI.
b. Melanjutkan amandemen UUD 1945
Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika
dan perkembangan zaman.
c. Meluruskan otonomi daerah Keluarnya UU tentang otonomi daerah
menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah.Karena
itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah-daerah.
·
Masalah yang ada:
Tidak
ada masalah yang berarti dalam masa pemerintahan Megawati kecuali peristiwa Bom
Bali dan perebutan pulan Ligitan dan Sipadan.
Ø INDONESIA
PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (2009- 2014)
Pada
masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kebijakan controversial
pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata
lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga
minyak dunia.Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan
kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Kebijakan
kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua,
yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin.Kebanyakan BLT tidak
sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah
sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah
mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim
investasi.Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit
pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk
menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang
selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor
asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika
semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatankerja
juga akan bertambah.
- Kebijakan-kebijakan
lain yang dilakukan pada masa Susilo Bambang Yudhoyono :
a. Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
b. Konversi minyak tanah ke gas.
c. Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
d. Buy back saham BUMN
e. Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
f. Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
g. Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan “Visit Indonesia
2008″.
h. Pemberian bibit unggul pada petani.
i. Pemberantasan korupsi melalui
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
·
Masalah yang ada:
a. Masalah pembangunan ekonomi yang ala
kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak tampak strategi yang bisa membuat
perekonomian Indonesia kembali bergairah. Angka pengangguran dan kemiskinan
tetap tinggi.
b. Penanganan bencana alam yang datang
bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak profesional. Bisa dipahami bahwa
bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat sehingga korban kematian
dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien
adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat kedodoran karena sumber daya
yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll hanya menjadi pemborosan
yang luar biasa.
c. Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang
sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’ kalem dan berwibawa dikhawatirkan
berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK yang sok profesional
dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan kelompok.Rakyat
Indonesia sudah melihat dan memahami hal tersebut.Selain itu, ketidakkompakan
anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
d. Masalah politik dan keamanan cukup
stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan keberhasilan pilkada Aceh menjadi
catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum menghasilkan sistem yang
pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia.Tetapi malah
mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat melainkan untuk kekuatan kelompok.
e. Masalah korupsi. Mulai dari dasar
hukumnya sampai proses peradilan, terjadi perdebatan yang semakin mempersulit
pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-koruptor perampok kekayaan bangsa
Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya pemberantasan korupsi
mulai terasa menghambat pembangunan.
f.
Masalah
politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam politk luar negeri ‘Pahlawan
Kesiangan’.Dalam kasus Nuklir Korea Utara dan dalam kasus-kasus di Timur
Tengah, utusan khusus tidak melakukan apa-apa.Indonesia juga sangat sulit
bergerak diantara kepentingan Arab Saudi dan Iran.Selain itu, ikut serta dalam
masalah Irak jelas merupakan dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps
Deplu. Juga desakan peranan Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar akan
semakin menyulitkan Indonesia di masa mendatang. Singkatnya, Indonesia bukan
lagi negara yang bebas dan aktif karena lebih condong ke Amerika Serikat.
g. Pada pertengahan bulan Oktober 2006
, Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS.
Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF
dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada
luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi
antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat
dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada
turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga
menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena
inefisiensi pengelolaan anggaran.Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya
mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri
masih kurang kondusif.